Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja mengatakan, KPK akan menelisik akar masalah dan mata rantai sindikat pemerasan TKI. Hal ini dikatakannya di hadapan aktivis Migrant Care dan sejumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang beraudiensi di Gedung KPK, Jakarta pada Rabu (6/8). Hingga saat ini, KPK masih terus menindaklanjuti temuan demi temuan untuk dijadikan rekemondasi kepada pihak terkait. “Tidak hanya buat presiden baru, tetapi juga menteri baru dan BPK nantinya,” katanya.
Pertemuan ini bertujuan mendalami bersama, kasus pemerasan dan kekerasan yang selama ini menimpa para TKI di Terminal II Bandara Soekarno Hatta. Sebelumnya, KPK bersama Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) melakukan inspeksi mendadak (sidak) di terminal tersebut. Hasilnya, ada tiga oknum penegak hukum dan 15 calo yang diamankan.
Dalam diskusi itu, juga dihadiri pimpinan KPK lainnya, yakni Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto. Menurut Busyro Muqoddas, pola yang terjadi dalam proses pemulangan TKI merupakan bentuk perbudakan yang sistemik. “Ini menunjukkan kebobrokan tata kelola. Di luar (negeri) tidak (diperas), tetapi di dalam negeri justru dikriminalisasi,” katanya.
Komisioner lainnya, Bambang Widjojanto mengapresiasi langkah sinergi ini. Hasil sidak memang semakin mempertegas bahwa pola penempatan sarat dengan eksploitasi dan adanya pemerasan terhadap para pahlawan devisa. ”BNP2TKI juga harus di-review. Buruh migran harus dihormati hak-haknya. Dan ini harus menjadi obat luka, karena praktik ini sudah menahun.”
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis hidayah mengaku frustasi mengadvokasi TKI di terminal khusus selama 10 tahun. “Monitor saja susah apalagi melaporkan. Jalur parlemen kita tempuh,” katanya.
Dari pengalamannya, ia bercerita bahwa pihaknya sempat membagikan kartu pos dengan perangko berlangganan, kepada para buruh migran agar bisa melaporkan pemerasan yang menimpa mereka di terminal khusus itu. Namun, usahanya terbilang gagal, sebab para oknum pemeras, mengetahui hal itu dan merampas kartu pos. “Sedikit sekali yang kembali kartu pos itu,” keluhnya.
Karena itu, ketika sidak dilakukan, ia seolah mendapatkan setitik harapan. Sidak itu, menurut dia, telah mengkonfirmasi pelanggaran yang selama ini dialami dan dilaporkan buruh mirgran. “Karena itu, kami sangat mendukung langkah KPK dan UKP4,” katanya.
Dalam kesempatan itu, sejumlah buruh migran yang pernah mengalami pemerasan juga turut hadir dan menceritakan pengalaman pahit yang menimpa mereka di terminal kedatangan. Mereka diperas secara sistematis, mulai dari porter yang mengangkat barang bawaan, pemaksaan penukaran uang, hingga taksi gelap yang menarif dengan harga tinggi.
Seperti yang dialami Muthmainnah, yang pada 2012 lalu pulang dari Taiwan. “Saya naik travel 490 ribu dengan tujuan ke Pasarminggu,” katanya. Yani cahyani asal Indramayu yang kembali ke Tanah Air pada 3 September 2013 juga mengalami juga bernasib serupa. “Saya dipaksa nuker uang dolar ke rupiah di situ. Travel minta uang terus, koper juga minta uang terus,” tuturnya.