Ada potensi besar yang belum banyak digali orang atau kalangan petani mengenai budidaya jamur kuping. Akan tetapi, kondisi itu langsung digeluti, Sugianto (40) warga Desa Demangan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo yang membuka usaha budidayanya di pinggiran JL Raya Ponorogo – Jabung, Desa Bajang, Kecamatan Mlarak.
Jika sebelumnya, Sugianto mengeluti budidaya ini sendiri, kali ini mulai dibantu istrinya, Ny Wilis (35). Hal itu, dipicu semakin besarnya permintaan dari kalangan agen dan rumah makan baik asal Kabupaten Ponorogo maupun berasal dari Jawa Tengah.
“Dulu saya memang hanya menekuni tambal ban dan bengkel seadanya ini serta jualan obat-obatan pertanian, tetapi sejak mengenal dan budidaya jamur kuping, omzet bulanan saya jauh lebih besar dibandingkan usaha-usaha sebelumnya,” terangnya, Kamis (10/7/2014).
Sugianto menguraikan jika usaha budidaya jamur kuping itu, diperoleh dari motivasi dan pengarahan teman-temannya. Selain itu, rajin membaca buku panduan. Tak berselang lama, 2 tahun belakang, mulai dicoba membudidayakan jamur kuping. Hasilnya memang cukup luar biasa dibandingkan usaha dan budidaya lainnya.
“Sakarang di rumah anyaman bambu ini, sudah berisi 8.000 baglog (median palstik yang berisi serbuk gergajian kayu sengon sebagai tempat benih jamur kuping). Ribuan benih itu kami beli dari daerah Jawa Tengah. Saya dibudidaya sendiri. Dari benih 8.000 bisa menghasilkan 6 kuintal jamur kuping yang sudah dikeringkan dan sial jual,” imbuhnya.
Selain tergiur dengan hasil panen itu, Sugianto mengaku tetap menemukuni usaha budidaya jamur kuping lantaran dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan serta tahun ke tahun, tidak pernah harganya anjlok atau menurun. Justru yang terjadi harga jualnya terus mengalami kenaikan seiring semakin banyaknya rumah makan di wilayah Ponorogo serta sejumlah rumah makan yang menjadi jamur sebagai makanan khasnya.
“Sejak bermain jamur, belum pernah harganya turun. Sejak awal di atas Rp 70.000. Sekarng harga jamur kuping kering mencapai Rp 80.000 per kilogram. Ini jelas menggiurkan jika terus dikembangkan. Wong pasarnya tetap terbuka. Belum lagi satu median bisa dipanen 8 sampai 10 kali,” tegasnya.
Sedangkan untuk memasarkan hasil budidaya jamurnya itu, Sugianto masih melaksanakannya secara terorganisir. Yakni selain mengandalkan para pedagang jamur kuping juga mengandalkan par agen dan tengkulak yang rata-rata berasal dari luar Jawa Timur.
“Warga Ponorogo belum banyak yang tahu manfaat dan kelezatan jamur kuping. Sekarang pedagang sayuran hanya menjual jamur tiram, padahal hanya mampu bertahan 2 hari. Kalau jamur kuping bisa bertahan 2 tahun. Memasaknya juga mudah cukup diberi air hangat atau air dingin akan berkembang sendiri,” ungkapnya.
Sementara mengenai modal dalam membuka usaha jamur kuping itu, kata Sugianto cukup besar yakni mencapai sekitar Rp 17 juta sampai Rp 20 juta. Yakni selain membangun rumah dan tempat penempatan jamur, juga harus membeli benih jamur dalam baglog-baglog yang mencapai ribuan itu.
“Untuk membeli benih ribuan dan rumahnya sekitar itu. Tetapi, semua bisa dipanen berkali-kali bergantung perawatannya. Semakin baik perawatannya semakin banyak hasil panen dan jumlah memanennya,” pungkasnya.
Ket foto: Sugianto (40) warga Desa Demangan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo yang membudidaya jamur tiram kering bersama istrinya di pinggiran JL Raya Ponorogo – Jabung, Desa Bajang, Kecamatan Mlarak, Kamis (10/7/2014).