Inisiatif yang dilakukan Kampung Halaman terbukti mampu mendorong remaja menjadi lebih aktif dalam proses pengambilan kebijakan. Padahal selain dapat menjadikan remaja lebih kritis, memberikan ruang keterlibatan pada mereka juga dapat memaksimalkan potensi positif yang dimiliki.
Adalah Sekolah Remaja yang didirikan pada 2008 atas inisiatif Kampung Halaman. Metode yang digunakan dalam sekolah ini adalah belajar bersama menggunakan berbagai media seperti media gambar, tulisan dan foto. Para remaja didorong untuk mengenali lingkungannya dengan mengumpulkan data-data yang kemudian disimpulkan menjadi sebuah saran untuk para pengambil kebijakan.
Hal yang menarik dari Sekolah Remaja ini adalah munculnya temuan-temuan kritis yang didapat dari hasil pengumpulan data. Seperti yang terjadi di Pulau Bungin, NTB misalnya. Remaja di Pulau Bungin menyimpulkan bahwa jumlah pendapatan per bulan ternyata tidak berpengaruh pada perubahan kebiasaan buruk masyarakat. Kebiasaan itu seperti membuang sampah ke laut dan minimnya kepemilikan kakus di dalam rumah.
Isu lain yang diangkat di daerah Surapandan, Cirebon, Jawa Barat mengenai dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir secara tradisional oleh warga. Kegiatan ini telah dilakukan secara turun temurun. Remaja Surapandan merasa gelisah karena mereka yang rata-rata duduk di bangku sekolah menengah tidak ingin berakhir sebagai penambang pasir. Namun di sisi lain mereka tidak ingin meninggalkan desa karena merasa tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk melakukannya.
Remaja di dua wilayah tersebut kemudian membuat pemetaan atas masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan mereka. Pemetaan tersebut pun diajukan pada pemangku kepentingan untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan.
Ketika ruang dan kepercayaan diberikan, ternyata remaja mampu bersikap kritis dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan.