Media Komunitas Alternatif Kampanye Hak Perempuan

Media komunitas mesti dapat menjadi media alternatif dalam memosisikan perempuan sebagai subyek. Hal ini akibat media arus utama dinilai cenderung menggiring publik memosisikan perempuan sekedar sebagai obyek.

Hal tersebut terungkap dalam diskusi berjudul “Meretas Kesunyian Melawan Kekerasan Seksual” yang digelar di Jogja National Museum (25/10) sebagai rangkaian Jagongan Media Rakyat 2014. Ika, narasumber dari Jaringan Perempuan Yogyakarta mengungkapkan banyak tayangan televisi menempatkan perempuan semata sebagai obyek untuk menaikkan rating belaka.

Dia mencontohkan pemberitaan kasus pemerkosaan yang justru bukan mengangkat proses penyelidikan melainkan mengeksploitasi perempuan korban perkosaan. Selain itu keberpihakan media dalam memberitakan kasus kekerasan seksual juga bukan kepada korban.

“Lihat aja bagaimana Tempo lebih memilih kata ‘perbuatan tidak menyenangkan’ pada kasus yang menimpa RW, korban perkosaan Sitok Srengenge, dibanding menulis dengan menggunakan kata ‘perkosaan’”, ujarnya

Sementara itu Kiki dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Yogyakarta menyatakan, arus informasi dalam media sulit dibendung. Media arus utama pun berlomba-lomba mendapatkan keuntungan dari rating dan oplah. Dia memberikan contoh sebuah media yang menampilkan foto istri pertama Ahmad Fatonah, terpidana kasus korupsi pengadaan sapi, yang terlihat sedih disandingkan dengan foto istri kedua dalam gambaran yang lebih bahagia didalam kendaraan mewah. Hal ini dinilai Kiki bagian dari kekerasan mental yang kemudian secara tidak sadar justru diamini masyarakat.

Melihat sulitnya media arus utama berubah selama masih bertumpu pada kepentingan modal, maka media komunitas diharapkan mampu membantu upaya pencegahan dan penyelesaian kasus-kasus kekerasan pada perempuan. Bila ini dilakukan maka media komunitas telah mengampanyekan sekaligus mempraktikkan kesetaraan gender di masyarakat.

About the Author