Makanan Instan Perburuk Kesehatan Usia Sekolah

Kementerian Kesehatan mengkaitkan kebiasaan konsumsi makanan instan atau cepat saji dengan tingginya angka anemia gizi atau kekurangan gizi pada anak usia sekolah yaitu sebesar 26,4%.

Angka tersebut berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013 yang menyebut sebanyak 26,4% anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama menderita anemia gizi.

“Anemia gizi menunjukan bagaimana menyediakan makanan yang tidak becus. Bagaimana supermi masuk ke dalam keluarga padahal proteinnya hampir tidak ada, hanya karbohidratnya yang tinggi. Pada beberapa keluarga memang menggunakan telur, tapi lebih banyak yang tidak,” kata Menkes Nafsiah Mboi usai pemberiaan penghargaan pemenang sekolah sehat tingkat nasional di gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (18/8/2014).

Direktur Jendral Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Anung Sugihantono menyangkut Kemenkes tidak memiliki data khusus yang menjelaskan kontribusi makanan instan terhadap kondisi kesehatan anak usia sekolah. Kemenkes mendasarkan pada Survei Ekonomi Nasional oleh Bapenas yang menunjukkan tingginya angka belanja bahan makanan rumah tangga di perkotaan maupun di pedesaan terhadap makanan-makanan instan.

“Pengeluaran rumah tangga untuk membeli makanan instan rata-rata menghabiskan sebesar 23 persen anggaran belanja makanan, bahkan di pedesaan jumlahnya lebih tinggi yaitu 35 persen,” kata Anung.

Anung melanjutkan rumah tangga yang membiasakan konsumsi makanan instan pun ternyata punya rumah tangga yang memiliki kondisi ekonomi kurang. Sebaliknya adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan cukup. Alasannya adalah untuk kemudahan penyediaan.

“Sehingga yang di rumah dimudahkan yang penting ditinggalkan makanan, akhirnya makanan isntan. Faktanya pengeluaran belanja makanan rumah tangga untuk makanan instan angkanya cukup tinggi,” ujar Anung.

Meski sejumlah makanan instan menyertakan label komposisi dan mengklaim memiliki kandungan-kandungan gizi di dalamnya tapi Anung mengingatkan bahwa makanan instan tidak mengandung serat yang juga sangat dibutuhkan bagi tubuh.

Kementrian Kesehatan menyoroti kesehatan anak usia merupakan hal penting. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 kelompok usia anak sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 66 juta atau 28% dari jumlah penduduk.

Masalah kesehatan anak usia sekolah sangat kompleks. Masih berdasarkan Riskesdas 2013 ada sejumlah perilaku berisiko yang dilakukan oleh kelompok usia anak sekolah.

Yaitu merokok oleh anak usia 13-15 tahun sebesar 18,3%, kurang aktifitas fisik pada anak usia 15-19 tahun sebesar 35,4%, terdapat 95% anak usia 13-15 tahun kurang mengkonsumsi buah atau sayur, ada 92,3% anak usia 13-15 tahun tidak menggosok gigi dengan benar dan terdapat 80% anak usia 13-15 tahun tidak mencuci tangan dengan benar.

Kondisi ini diperparah dengan banyaknya jajanan yang tidak memenuhi syarat di lingkungan sekolah. Laporan BPOM tahun 2013 menunjukkan bahwa sekitar 31,8% panganan dan jajanan anak sekolah adalah makanan dan jajanan yang mengandung bahan berbahaya.

About the Author